Salatiga - Deputi Hukum dan
Kerja Sama (Hukker) BNN RI, Irjen Pol Drs. Agus Irianto, S.H., M.Si., M.H.,
Ph.D., menyampaikan pandangan kritis terhadap wacana legalisasi ganja dalam
diskusi interaktif bersama mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW),
yang digelar usai penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara BNN dan UKSW, di
Balairung UKSW, Salatiga, Jawa Tengah, pada Sabtu (14/6).
Dalam forum tersebut, isu
legalisasi ganja untuk keperluan medis menjadi sorotan utama. Deputi Hukker BNN
RI menegaskan bahwa Indonesia tidak serta-merta mengikuti tren global dalam hal
kebijakan narkotika.
“Ganja memang telah dipindahkan
dari Schedule IV ke Schedule I oleh WHO. Namun perlu dipahami bahwa Schedule I
tetap dalam pengawasan ketat. Perubahan ini membuka ruang untuk penelitian,
bukan untuk legalisasi,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa sejumlah
negara yang telah melegalkan ganja, seperti Thailand dan beberapa negara bagian
di Amerika Serikat, justru mengalami peningkatan angka kriminalitas. Di Indonesia,
berdasarkan hasil riset BNN, kadar THC pada tanaman ganja lokal mencapai lebih
dari 15%, yang membuatnya lebih condong digunakan untuk kepentingan
rekreasional, bukan pengobatan.
“Obat-obatan seperti Marinol dan
Epidiolex hanya berfungsi untuk mengurangi rasa sakit, bukan menyembuhkan
penyakit seperti kanker atau epilepsi. Oleh karena itu, klaim mengenai efek
penyembuhan ganja hingga kini belum memiliki dasar ilmiah yang kuat,”
tambahnya.
Terkait uji materi terhadap
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, Irjen
Pol Agus menjelaskan bahwa seluruh permohonan telah ditolak. MK menilai bahwa
peraturan yang berlaku saat ini sudah memberikan kepastian hukum serta
kemanfaatan, termasuk dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Meski demikian, MK juga
mendorong dilakukannya kajian dan penelitian ilmiah terhadap jenis narkotika
golongan I, termasuk ganja, untuk mendukung penyusunan kebijakan yang berbasis
bukti di masa mendatang.
Menindaklanjuti hal ini, BNN
membuka peluang riset terhadap ganja untuk keperluan medis secara terbatas.
Penelitian hanya dapat dilakukan oleh institusi yang memiliki kredibilitas
tinggi dan laboratorium berstandar, seperti Universitas Indonesia, Universitas
Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung. BNN juga akan bertindak sebagai
pusat laboratorium nasional guna memastikan kualitas, kontrol, dan pengawasan
ketat terhadap proses penelitian.
Diskusi yang berlangsung dinamis
ini memperlihatkan antusiasme tinggi dari para mahasiswa UKSW terhadap isu
kebijakan narkotika, kesehatan publik, serta urgensi pendekatan berbasis bukti
dalam pengambilan keputusan strategis di bidang narkotika.
(BINs)
BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar