Rabu, 10 Februari 2021

INDUSTRI AGAMA : Ketika Tuhan Menjadi Merk dagang

 


Oleh : Islah Bahrawi, Msi, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia

Baru-baru ini seorang sarjana Arab yang yang menganalisis social-ekonomi umat Muslim di Mauritius dan negara mayoritas Muslim lainnya, mengamati bahwa banyak orang tamak yang menggunakan agama sebagai kendaraan untuk memperkaya diri. Mereka mengeksploitasi emosi, ketakutan dan kebutuhan spiritual umat. Mereka menggunakan label agama sebagai “tagline” usaha mengemasnya dengan ayat-ayat dan mempromosikan produknya atas nama kejayaan agama.

Sebagian orang mungkin benar-benar tulus dalam tindakannya, namun banyak juga yang menyamar sebagai pejuang agama – membajak agama untuk “menipu” umat yang masih awam. Mereka meningkatkan citra agamisnya sebagai pemikat agar konsumen mau mengeluarkan uangnya untuk membeli barang dengan imbalan surga. Tapi ujungnya, seringkali kita jumpai skandal penipuan biro haji, property dan investasi Syariah, serta dana zakat yang dibobol oleh organisasi penipu.

Pada tahun 1938, George Orwell menulis: “jika banyak uang, siapapun bisa membuat agama baru”. Pernyataan ini relevan dengan semua pemeluk agama di dunia, mengingat praktik luas para oportunis agama yang memperkaya diri dengan memanfaatkan uang orang awam yang masih serba kekurangan. Pertumbuhan eksponensial industri “religious” di seluruh dunia sebagian besar dimotivasi oleh pola piker yang dikomersialkan. “Berbicara agama, kita berbicara akhirat. Jika berbicara tentang uang, kita berbicara soal duniawi. Jika mencampur adukkan keduanya – saling memanfaatkan dan menunggangi – maka pasti ada keculasan di antaranya,” kata Asaad Bhuglah, ekonom dari Afrika.

Di negara kita, ada metodologi menggelikan untuk menghasilkan uang dengan mengenakan topeng agama. Beberapa perusahaan telah menjual produk dan layanan tertentu yang dicap sebagai sepatu Syar’I, makanan halal untuk kucing, telur dari ayam yang telah dinikahkan. Dan paling teranyar koin bertuliskan “Amir Zaim Saidi” dengan pola pemasaran: Kembali ke transaksi pasar jaman Nabi, praktik ekonomi Khilafah di Turki – “demi kejayaan Islam.”

Komersialisasi agama akan terus terjadi sepanjang masih ada yang mau mengambil keuntungan dari orang yang awam tentang agama – menganggap surga bisa dibeli dengan uang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Polres Tangsel Bersama Bea Dan Cukai Sita 642 Kg Ganja, 7,8 Kg Sabu dan 1,1 Kg MDMA, Ungkap Penyalahgunaan Narkotika

Tangsel - Dalam dua bulan terakhir satuan reserse narkoba (Sat Res Narkoba) Polres Tangerang Selatan berhasil mengungkap perkara menonjol te...