Patronal dan juga Seniman
Ani Yudhoyono
terkagum-kagum ketika berkunjung ke Istana Buckingham, London, pada Oktober
2012 silam. Lukisan yang begitu banyak menghiasi dinding Istana Buckingham,
begitu menawan dan membuatnya terpana. Belum lagi karya seni lainnya yang tak
kalah mengesankan. “Mungkin ini adalah pengalaman yang langka, tidak semua
orang bisa merasakannya,” kata Ani yang pada waktu itu mendampingi kunjungan
negara suaminya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keindahan Istana Buckingham
yang dirasakan oleh mantan Ibu Negara itu sebenarnya adalah yang biasa. Sebab
seperti itulah seharusnya sebuah istana. Megah, mewah dan mengundang decak
kagum. Kemegahan seperti itu sebenarnya bisa didapat di setiap istana negara di
mana pun. Begitu juga di Indonesia. Di istana kepresidenan, baik di Jakarta,
Bogor ataupun Yogyakarta, terpajang begitu banyak karya seni. Mulai dari
lukisan, patung, diorama dan masih banyak lagi. Sebuah istana dan karya seni,
sejak dulu memang memiliki ikatan yang erat. Ibarat sekeping mata uang yang
memiliki dua sisi. Istana tanpa seni akan kehilangan daya magisnya. Kosong
tanpa jiwa. Hal itu diamini oleh Mikke Susanto, dosen ISI Yogyakarta yang
dipercaya menjadi kurator pameran “17/71: Goresan Juang Kemerdakaan” yang
diprakarsai oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, istana tanpa seni itu
berarti bukan istana. Di Indonesia, Soekarno merupakan presiden yang
memprakarsai adanya seni di istana. Soekarno memahami benar konsep istana
sebagai citra diri bangsa. Oleh sebab itu, begitu istana Bogor dan Yogyakarta
berhasil direbut dari penjajah, hal yang pertama kali dilakukannya adalah
mengisinya dengan karya seni. “Ibarat menempati sebuah rumah baru, kalau
kosongan itu ya malu kalau ada tamu,” tutur Mikke pada tirto.id, pada Minggu
(7/8/2016). Sejak Indonesia merdeka hingga kini, upaya menambah koleksi terus
dilakukan. Data Biro Pengelolaan Istana menunjukkan, sedikitnya ada 15 ribu
karya seni yang dikoleksi. Dari jumlah tersebut, karya seni yang mendominasi
adalah lukisan sebanyak 2.800 dan wayang sebanyak 2.135. Sebanyak 2.800 lukisan
itu kini berada di berbagai tempat seperti Istana Negara, Istana Merdeka,
Istana bogor, Istana Cipanas, Istana Yogyakarata, Istana Tampaksiring Bali dan
Pesanggrahan Tenjo Resmi milik Bung Karno.
Dibeli Secara
Kredit
Pada era Presiden Soekarno, begitu banyak karya
seni yang dikoleksi. Sebagian merupakan koleksi pribadi Soekarno yang kemudian
menjadi koleksi negara. Pada masa itu, Soekarno kerap mengundang para seniman
untuk datang ke istana. Kadang dia memesan lukisan, patung atau karya lainnya
pada seniman. Soekarno sendiri boleh dibilang menggilai lukisan. Jauh sebelum
menjadi presiden, dia sudah mulia mengoleksi lukisan. Salah satunya lukisan berjudul
“Memanah” karya Henk Ngantung yang menjadi latar belakang konferensi pers
pertama presiden Republik Indonesia pasca detik-detik proklamasi, Jumat 17
Agustus 1945. Beberapa lukisan dibeli Soekarno dengan cara kredit. Maklum saja
karena pada awal kemerdekaan, Indonesia belum memiliki banyak uang. Pada masa
Soekarno, sedikitnya ada 2.000 lukisan yang dikoleksi. Di era Presiden
Soeharto, penambahan koleksi karya seni masih berlanjut. Namun, bukan lukisan
seperti yang banyak dilakukan oleh Soekarno. Soeharto lebih gemar mengoleksi
ukiran dan batik. Sampai-sampai dia menamai sebuah ruangan di Istana Negara
Jakarta dengan nama “Jepara” yang terkenal sebagai daerah penghasil ukiran.
"Kalau zaman Soekarno itu banyak lukisan dan patung, Soeharto itu lebih
banyak ukiran. Soeharto itu kental sekali dengan Jawa, Soekarno juga begitu.
Tapi yang membedakannya, Soeharto itu dari militer," ungkap Mikke. Pada
era presiden selanjutnya, tidak banyak penambahan koleksi. Beberapa presiden
tampaknya tidak menyadari visi Soekarno menempatkan seni menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari istana. Pada masa kepemimpinan Habibie, patung-patung dan
lukisan telanjang yang menghiasi Istana Merdeka dipindah ke Istana Bogor. Salah
satunya adalah lukisan “Jaka Tarub” karya Basoeki Abdullah. Habibie memang
tidak suka dengan lukisan seperti itu. Pada kepemimpinan Gus Dur, hal serupa
juga dilakukan. Makin banyak patung dan lukisan telanjang yang dipindahkan.
Setelah Gus Dur digulingkan, Megawati Soekarnoputri melakukan sedikit
pembenahan. Dia mengembalikan lagi karya seni warisan ayahnya ke tempat semula.
Beberapa lukisan juga diperbaiki dan ditempatkan di museum. Penambahan koleksi
istana mulai dilakukan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Tercatat SBY pernah menambah 12 lukisan untuk koleksi istana. Memang
selain Soekarno, SBY adalah presiden yang juga memiliki jiwa seni. SBY pernah
mengeluarkan 5 album musik yang berisi 40 lagu ciptaannya. Susah Membeli, Susah
Merawat Banyak cerita soal bagaimana Soekarno mendapatkan karya seni, mulai
dari kredit, tunai, barter barang dan hadiah. Kecintaan terhadap karya seni
menyebabkan banyak koleksi Soekarno pribadi yang kemudian menjadi koleksi
istana. "Beberapa koleksi itu dibeli langsung, ada yang dipesan,
kebanyakan dikredit. Jadi Soekarno itu suka mengkredit, bahkan sampai hari ini,
beberapa lukisan belum lunas," kata Mikke. Salah satu pelukis yang pernah
karyanya dibeli secara kredit oleh Soekarno adalah Affandi. Soekarno bahkan
pernah ditagih-tagih oleh Affandi. Karena tidak punya uang, Soekarno hanya
membayar dengan pakaian bekas, sekarung beras dan meminjamkan dokter
kepresidenan kepada Affandi untuk mengobati isterinya. Bagaimana pun cara
mendapatkannya, Indonesia patut berbangga karena memiliki koleksi lukisan karya
maestro kaliber dunia. Salah satunya lukisan karya maestro Raden Saleh yang
berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro” yang harganya mencapai Rp 50 miliar.
Bahkan menurut para ahli dan baai lelang, sekarang kemungkinan harganya bisa
mencapai tiga kali lipat, yakni Rp 150 miliar. Persoalannya, lukisan berharga
seperti itu tidak mendapatkan perawatan yang layak karena berbagai faktor,
seperti minimnya anggaran, kurangnya sumber daya manusia dan tidak ada ruang
khusus untuk menyimpan belasan ribu koleksi Istana. Kepala Biro Pengelolaan
Istana Adek Wahyuni Saptantinah mengatakan, perawatan benda seni sejak
pemerintahan Soekarno bukan perkara mudah. Pasalnya, ada koleksi yang sudah
berumur cukup tua, yakni karya Raden Saleh yang dibuat tahun 1850. Dengan
kondisi tersebut, lukisan-lukisan istana banyak yang sudah rapuh dan catnya
terkelupas. "Kita merawatnya menyesuaikan dengan anggaran negara. Ada
pembersihan debu, pembersihan jamur, penggantian bingkai, restorasi cat lukisan
yang sudah terkelupas. Jadi sangat tergantung dengan anggaran yang ada. Namun,
ada juga bantuan bantuan dari orang yang peduli koleksi lukisan istana,"
kata Adek kepada tirto.id, Minggu (7/8/2016). Perawatan memang membutuhkan
biaya besar. Namun Adek tak ingat, berapa angka pasti anggaran per tahunnya.
Namun dia memberi gambaran bahwa biaya bisa lebih dari Rp 1 miliar. Koleksi
lukisan dan karya seni lainnya yang mencapai belasan ribu, membuat pemerintah
tidak memiliki ruang yang cukup untuk menyimpannya. "Lukisan yang
terpasang itu hanya sedikit, sisanya tersimpan di gudang. Kita mau simpan di
mana lagi? Dinding sudah habis, sementara kita tidak memiliki ruangan untuk
menggantung lukisan. Harusnya lukisan itu digantung, bukan dijejer di lantai.
Sebab akan mudah rusak," kata Adek. Kondisi seperti ini tampaknya harus
menjadi perhatian pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo. Memamerkan lukisan
istana kepada publik langkah bagus, akan tetapi lebih bagus lagi jika
pemerintah menyediakan sebuah gedung untuk memajang semua koleksi karya seni
sejak era Soekarno hingga Jokowi. Agar anak dan cucu kita tetap bisa menikmati
koleksi karya seni para pemimpin bangsa ini./ Sumber Tirto Id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar