Senin, 14 Oktober 2019

SENOPATI BHAYANGKARA PENJAGA NEGARA


BINS. Oleh Untung Surono/Bimo
kaca mobil sedan pecah tertembus peluru didalamnya seorang hakim agung bersimbah darah, publik tanah air terhentak kaget ada orang yang berani membunuh seorang hakim agung,usut punya usut ternyata pelaku utamanya adalah seorang anak emas mantan diktaktor yang berkuasa 32 tahun di Indonesia mantan presiden Suharto.
Siapa tidak kenal Tommy Suharto sosok flamboyant dan kaya raya serta seorang anak mantan presiden merasa dirinya di remehkan  oleh sang hakim agung hingga membuat gelap mata dan dendam kesumat. Akhirnya pencarian selama 1 tahun lebih tertangkaplah tommy suharto. Ternyata dibalik kesuksesan ini berkat kerja keras anggota polri wilayah hukum Polda Metro Jaya, Perburuan ini dipimpin oleh seorang perwira menengah muda berpangkat komisaris polisi, dimana Dalam perburuanya segala tekanan dari mata rantai orde baru bekas anak buah ayahnya mencoba menekan polri dan tim yang bekerja, namun karena berpegang perintah serta amanat Perpres dari Presiden waktu itu Gus Dur bahwa grasi tommy Suharto ditolak secara tidak langsung tim polri yang bekerja merasa ini adalah perintah pimpinan tertinggi maka siapapun yang mengintervensi tidak dihiraukan.
Perwira menegah muda tersebut bernama Tito karnavian ketua tim cobra Dalam pencarian tommy suharto. Waktu terus berlalu hingga akhirnya tanpa diduga dan disangka sang perwira muda yang berani dan pintar mencapai puncak tertinggi karir di kepolisian sebagai Kapolri dengan pangkat Jenderal bintang empat di pundak.  Dimasa kepimpinan  Tito Karnavian saat ini banyak kemajuan dalam organisasi di tubuh polri meskipun tidak 100% namun profesionalisme dan humanis serta tegas semakin terasa, oknum – oknum yang melanggar diberikan sangsi dari sangsi administrasi hingga pemecatan dan anggota yang berprestasi mendapatkan reward termasuk masyrakat yang membantu kepolisian. Jalan menuju pimpinan Polri bukanlah hal yang mudah karena jabatan puncak pimpinan di setiap institusi adalah jabatan politis, dan Tito karnavian tidak sama sekali tidak dekat dengan “ koneksi “ istana “, sebelum menjadi kapolri, seniornya Budi Gunawan  yang ditunjuk oleh Presiden untuk menjadi kapolri “ diserang “ oleh KPK dengan tuduhan Korupsi dan membunuh karakternya dimasyarakat yang memantik kisruh Polri dan KPK hingga akhirnya memang tidak terbukti di Pengadilan. Dan ini semua kemungkinan ada masukan dari Budi Gunawan serta beberapa Jenderal Polri untuk mendorong nama Tito karnavian sebagai kapolri kehadapan Presiden Joko Widodo yang dilihat sebagai Jenderal murni yang bekerja dan bekerja saja demi polri.
Sejak dilantik sebagai kapolri, Tito Karnavian dihadapi untuk mereformasi  polri dari pendahulunya dengan menggunakan program Promoter yakni Profesional Modern Terpercaya. Program Promoter ternyata terbukti ampuh ibarat suatu ajian sakti dalam sebuah ilmu kedigdayaan, Promoter seperti jurus yang selalu dipakai oleh setiap anggota polri dalam menjalankan tugas dan program ini seperti program jangka panjang yang dalam kurun waktu 20 tahun kedepan dapat diterapkan dengan menyesuaikan perkembangan zaman. Yang membuat Program Promoter ini dapat bertahan hingga kedepan adalah adanya Manajemen Media dimana Polri bermitra dengan media / wartawan, serta melakukan counter opini terhadap berita palsu / fake news / Hoax yang saat ini marak di media social tepatnya di internet dimana setiap orang memegang Hand Phone dapat dengan mudah mengakses informasi dimana informasi – informasi tersebut kebenaranya perlu di check kembali apakah ada unsur hoaxnya.
Tidak ada pimpinan Polri sepanjang sejarah polri yang tugasnya melebihi pimpinan terdahulu ( kecuali Hoegeng Iman santoso yang disingkirkan penguasa orde baru karena bertentangan dengan Tri Brata ), Tito karnavian memimpin keamanan dan ketertiban dalam negeri yang penuh dengan hoax war, menghadapi Pilkada serentak serta Pilpres yang bekerja extra koordinasi ke setiap lembaga dan institusi terutama TNI dimana Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto seperti  Tumbu Ketemu Tutup dalam bermitra mengamankan keadaan negara dari gangguan dan stabilitas politik yang dapat mengganggu jalanya pemerintahan yang sah. Dari terorisme, Narkoba, Korupsi, radikalisme, Berita Hoax dan mereformasi ditubuh polri sendiri agar makin maju. Bahkan Tito sempat diserang dengan fitnahan – fitnahan yang menyerang pribadinya dengan menggunakan lembaga sekelas KPK seperti waktu penyerangan terhadap Budi Gunawan dan  itupun tidak terbukti.
Tito Karnavian bila disejajarkan hampir mirip dengan Letjen. Purn. Agus Widjodjo  ( Gubernur Lemhanas  Jenderal TNI yang mendukung pemisahan Polri dari ABRI ) seorang Prajurit dan Jenderal Pemikir yang melihat 3 atau 5 langkah ke depan dalam melaksanakan strategi program kerja.
Saat ini yang dihadapi Tito Karnavian adalah menjaga periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dari kelompok – kelompok yang tidak suka dan anti Pancasila yang berbasiskan agama ( taklid buta/ radikal ) dengan mengambil contoh Pilkada DKI Jakarta dimana isu agama dan rasis dihembuskan melalui media sosial dengan narasi narasi yang hoax serta gerakan masa. Mengambil peristiwa ini Tito karnavian berinisiatif membentuk Satgas Nusantara dengan menunjuk Irjen.Pol Gatot Eddy Pramono sebagai Kasatgas Nusantara yang fungsinya sebagai mesin pendingin agar kedua belah pihak pendukung  tidak terjadi “ gesekan “ , dan ini berhasil hingga pilpres berakhir dengan damai.
Usai pilpres polri tetap terjaga meski dalam keadaan sentosa, penyerangan secara hoax tetap dinetralisir  serta masyarakat yang terpapar faham radikalisme diamankan dengan melakukan pemantauan melaui Cyber Polri.
Presiden Joko Widodo tidak salah memilih Tito karnavian sebagai Senopatinya, seorang yang datang dari daerah Sumatera Selatan dengan tekad bulat pengabdian kepada negara dan pimpinanya, seorang anak wartawan ( di sinilah Tito Karnavian melihat pentingnya peran media maka dimasukan kedalam program promoter ) yang ayahnya masih keturunan Arek Suroboyo, dapat melihat bahaya laten cara – cara orde baru yang tidak ingin tegaknya demokrasi dan radikalisme juga turut mengganggu jalanya supremasi sipil untuk mengubah dasar negara  Pancasila.
Mengambil istilah latin Ars est celare artem diperlukan sebuah keahlian/seni (yang tinggi) untuk menyembunyikan sebuah keahlian/seni sesungguhnya, Maksudnya karya seni yang sejati tidak memperlihatkan teknik yang digunakan/dimiliki oleh seniman penciptanya yang berarti Tito Karnavian seorang Intelektual /pemikir yang tidak ingin menonjolkan dirinya namun dapat dilihat oleh setiap orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Polres Tangsel Bersama Bea Dan Cukai Sita 642 Kg Ganja, 7,8 Kg Sabu dan 1,1 Kg MDMA, Ungkap Penyalahgunaan Narkotika

Tangsel - Dalam dua bulan terakhir satuan reserse narkoba (Sat Res Narkoba) Polres Tangerang Selatan berhasil mengungkap perkara menonjol te...