Polkam, Bandung – Deputi Bidang
Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang
Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) menegaskan bahwa rehabilitasi adalah
kunci dalam strategi penanggulangan narkoba. Pemberantasan narkoba tidak
mungkin hanya mengandalkan penegakan hukum, sehingga pendekatan komprehensif
harus diterapkan.
“Penyalahguna narkoba adalah
korban yang memerlukan pemulihan mental, sosial, dan kesehatan agar dapat
kembali produktif. Rehabilitasi mengurangi demand, sehingga memutus rantai
peredaran gelap. Ketika layanan rehabilitasi berjalan dengan baik, maka
penanggulangan narkoba bukan hanya represif, tetapi holistic dan
berkelanjutan,” ujar Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan
Transnasional dan Luar Biasa Kemenko Polkam, Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa
pada Rapat Koordinasi Pengawalan Kemenko Polkam Terhadap Jejaring Layanan
Rehabilitasi Dengan K/L Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Napza di Jawa
Barat, Selasa (25/11/2025).
Data nasional dan daerah menunjukkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba masih berada pada angka yang mengkhawatirkan, terutama di kelompok usia produksi. Setiap tahunnya, jutaan masyarakat di Indonesia terdata sebagai penyalahguna yang membutuhkan penanganan, baik melalui rawat jalan maupun rawat inap.
“Angka keberhasilan rehabilitasi
ini harus kita apresiasi, karena itu merupakan hasil kerja keras berbagai unsur
Kemenkes, BNN, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Lembaga rehabilitasi, hingga
komponen masyarakat. Namun kita masih menghadapi kesenjangan antara jumlah
penyalahguna yang terdata dan kapasitas layanan rehabilitasi yang tersedia,”
kata Adhi Satya.
Adhi menjelaskan, ada beberapa
langkah untuk memperkuat sistem rehabilitasi di daerah maupun nasional,
diantaranya sinergi antara BNN, Kemenkes, Kemensos, Pemda, dan Lembaga
rehabilitasi adalah kunci. Kemenko Polkam akan mengawal koordinasi ini secara
berkala.
Kemudian, daerah-daerah dengan
tingkat kerentanan tinggi wajib mendapatkan dukungan layanan rehabilitasi yang
memadai, penyatuan data antara pusat dan daerah harus dilakukan untuk
memastikan bahwa setiap kasus penyalahguna dapat ditangani dengan tepat dan
tidak terlewat.
“Keberhasilan rehabilitasi juga
ditentukan oleh sejauh mana masyarakat mendukung korban penyalahguna untuk kembali
pulih dan diterima di lingkungannya. Kemenko Polkam akan terus memantau
perkembangan program rehabilitasi di daerah dan memastikan seluruh kebijakan
berjalan konsisten,” kata Adhi Satya.
Kepala Tim Kerja Tata Kelola
Gangguan Penggunaan NAPZA, Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan
Kementerian Kesehatan, dr. Herbet Sidabutar menjelaskan, perbandingan estimasi
data dunia dan Indonesia terkait penyalahgunaan NAPZA yang menerima layanan
rehabilitasi 1:12. Disampaikan, data Indonesia seharusnya 314 ribu namun baru
43 ribu yang mengakses layanan rehabilitasi. Kemudian, terdapat 1. 494
fasilitas pelayanan kesehatan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), masih ada
3 Provinsi yang belum memiliki IPWL yaitu Papua Pegunungan, Papua Selatan dan
Papua Barat Daya.
Berdasarkan laporan aplikasi
SELARAS tahun 2025, Kemenkes telah memberikan rehabilitasi medis dengan zat
yang disalahgunakan terbanyak amfetamin 2.151 dan jenis pengobatan yang paling
banyak dilayani adalah rawat inap sebanyak 2.320 orang. “Rawat jalan menjadi
perawatan paling banyak yang diberikan yaitu 2.320 orang. Rehabilitasi menjadi
program prioritas yang diharapkan setiap kab/kota memiliki 1 Rumah Sakit dan 1
Puskesmas/klinik IPWL,” katanya.
Plt. Direktur Penguatan Lembaga
Rehabilitasi Komponen Masyarakat (PLRKM) Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, dr.
Erniawati Lestari menjelaskan, penggunaan narkoba global mencapai 316 juta
orang atau 6% dari populasi global berusia antara 15 dan 64 tahun. Disampaikan,
telah terjadi peningkatan prevalensi penggunaan narkoba dari 5,2% pada tahun
2013 menjadi 6% pada tahun 2023.
“Hanya 1 dari 12 dari 64 juta
penyalahguna narkoba di dunia yang menerima beberapa bentuk perawatan terkait
narkoba. Dampak penyalahgunaan narkoba dapat mempengaruhi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM),” katanya.
Ditegaskan bahwa BNN memiliki komitmen untuk menurunkan angka prevalensi penyalahguna narkoba dengan target di tahun 2029 menjadi 1,6%. Program rehabilitasi yang ada di BNN saat ini yaitu rawat jalan dan rawat inap, bisa juga dilakukan intervensi berbasis masyarakat, terutama pendekatan keluarga yang lebih dekat dengan masyarakat.
*Kemenko Polkam RI/BINs


Tidak ada komentar:
Posting Komentar