Minggu, 24 Agustus 2025

SAAT EKS KOLONEL "GRINGGO" HONASAN MENGINCAR PRESIDEN SOEHARTO PADA KTT ASEAN MANILA 1987

Konferensi Tingkat Tinggi Negara Asia Tenggara atau ASEAN diadakan di Manila ibu kota Philipina pada 1987. Saat itu Madam Aquino adalah Presiden Philipina usai "People Power"nya menurunkan rezim Marcos yang berkuasa puluhan tahun.

Namun kepemimpinan wanita ini bukan tanpa kritik dan pemberontakan karena masih banyak yang menganggap ia boneka' Amerika dan tak menyelesaikan masalah dalam negri Philipina. Salah satu tokoh yang berontak dan menentang Aquino adalah mantan perwira AB Philipina yakni Gregorio "Gringgo" Honasan.

Pada 14-15 Desember 1987, Manila menjadi Tuan Rumah KTT ASEAN yang menjadi kerja besar pihak keamanan Philipina tentunya mengingat yang hadir adalah para pemimpin Negara sekaligus hadir termasuk Presiden Soeharto. Kala itu Soeharto adalah Kepala Negara paling senior dan paling di hormati apalagi dikawasan ASEAN.

Namun perhelatan ini juga rupanya disikapi oleh kaum pemberontak terutama pihak Honasan yang menganggap pertemuan para pemimpin Negara ASEAN ini tak menguntungkan bagi Philipina. Lalu menurut pihak intelijen Philipina, mantan Perwira Angkatan Bersenjata Philipina ini akan melakukan pengacauan pada kegiatan tersebut dan yang akan menjadi target utama para pemberontak adalah Presiden Soeharto.

Mantan Kolonel Gregorio "Gringgo" Honasan dan pengikutnya berencana untuk melakukan serangan terhadap gedung Philippines International Convention Center (PICC), tempat berlangsungnya KTT ASEAN.

Tujuan utama mereka adalah memicu krisis politik dan mempercepat kudeta terhadap Aquino.

Pihak intelijen Indonesia sudah juga mendengar dan memantau Honasan lalu Jenderal Benny Moerdani selaku Panglima ABRI lalu menyiapkan tim pengamanan khusus untuk melindungi Soeharto.

Paswalpres langsung dibawah komando Panglima ABRI Beny Moerdani melakukan pengawalan ketat terhadap Soeharto. Perencanaan pengamanan terhadap Soeharto dilakukan dengan rencana detail dan seteliti mungkin hingga bisa disebut pengamanan pada Presiden Soeharto sangat luar biasa.

Moerdani melibatkan Satuan Detasemen 81 Anti Teror Kopassus, Satuan Tugas Armada Laut (dengan kapal perang dan kapal pendarat tank), Satuan Tugas Udara (dengan pesawat Boeing 707, C-130 Hercules, komunikasi satelit beserta unsur-unsur pendukungnya).

Kekuatan gabungan tiga matra ini dikerahkan untuk mengamankan KTT III ASEAN yang berlokasi di Philippines International Convention Center (PICC). Lokasinya menghadap Teluk Manila.

Bahkan pihak ABRI menyusupkan' satu tim Komando Pasukan Khusus TNI AD untuk bergabung' dalam tim pengawal' Presiden Philipina.

Yang paling unik dan untuk pertama kali dilakukan oleh Indonesia dalam hal ini ABRI adalah TNI AU mempersiapkan satu pesawat C-130 Hercules yang difungsikan sebagai ambulans udara. Pesawat tersebut dilengkapi dengan Kontainer Medik Udara (KMU) untuk memungkinkan tindakan medis awal, termasuk operasi pembedahan manusia di darat maupun dalam penerbangan apabila diperlukan.

Mereka juga melakukan pengintaian dan penyamaran di sekitar lokasi KTT ASEAN.

Ketika mendeteksi adanya ancaman serius, mereka segera mengambil tindakan preventif dan ofensif untuk menetralisir pemberontak.

Yang menjadi Komandan Task Force Pengamanan KTT ASEAN tersebut di percayakan pada Marsekal Muda Teddy Rusdy, Asisten Perencanaan Umum saat itu.

Sepekan menjelang KTT, Teddy bersama kelompok kecil pasukan komando dipimpin oleh Letkol Inf. Luhut Binsar Panjaitan berangkat ke Manila lebih awal. Sebagai advanced team, mereka bertugas memastikan keamanan dan keselamatan rombongan Presiden Soeharto. Mulai dari menyediakan reception party yang mengatur koordinasi dengan para pejabat tuan rumah KTT, menyiapkan akomodasi untuk anggota pasukan, memasang Stasiun Satelit Bumi untuk komunikasi, menyusuri semua tempat yang akan dilibatkan selama KTT III ASEAN, hingga dukungan operasi serta logistiknya di Manila dan sekitarnya.

Sesaat sebelum upacara penyambutan Presiden Soeharto di bandara oleh Presiden Aquino, Luhut Binsar Panjaitan saat masih berpangkat Letkol memeriksa sendiri satu persatu senjata yang dipakai oleh Pasukan Kehormatan yang menyambut Presiden Soeharto untuk menjamin keselamatan orang Nomor 1 ini.

Tiga hari menjelang KTT ASEAN, mantan Kolonel Gregorio "Gringgo" Honasan tertangkap di Manila lewat operasi khusus intelijen dan selama KTT berlangsung, Honasan ditahan di atas kapal Landing Ship Tank (LST) milik AL Filipina di Teluk Manila. Pasukan AL dan Marinir Filipina yang ditugaskan mengamankan Honasan yang dekat dengan kedudukan Satuan Tugas Armada TNI AL. Dengan demikian, KTT ke-3 ASEAN berlangsung lancar dan aman.

Berkat kerjasama yang solid dan profesional antara Indonesia dan Filipina, KTT ASEAN dapat berlangsung dengan aman dan lancar.

Presiden Soeharto pun berhasil selamat dari bahaya pembunuhan yang mengancamnya.

Pada Minggu, 11 Desember 1987, Presiden Soeharto pun kembali ke Jakarta menggunakan Pesawat DC-10 Garuda dan mendarat ke Lanud Halim Perdanakusuma dengan selamat.

Honasan sendiri pada akhirnya berhasil meloloskan diri berkat bantuan aparat keamanan yang menjaganya. Pada 1992, Presiden Fidel Ramos memberikannya amnesti. Setelah dipecat dari militer, Honasan masuk dunia politik dan berhasil menjadi senator periode 1995-2004. Pada pemilihan umum 2016, Honasan maju sebagai wakil presiden mendampingi Jejomar Binay, tetapi dikalahkan oleh pasangan Rodrigo Duterte dan Leni Robredo.

 

*Dari berbagai sumber 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SAAT EKS KOLONEL "GRINGGO" HONASAN MENGINCAR PRESIDEN SOEHARTO PADA KTT ASEAN MANILA 1987

Konferensi Tingkat Tinggi Negara Asia Tenggara atau ASEAN diadakan di Manila ibu kota Philipina pada 1987. Saat itu Madam Aquino adalah Pres...