Konferensi Tingkat Tinggi Negara Asia Tenggara atau ASEAN
diadakan di Manila ibu kota Philipina pada 1987. Saat itu Madam Aquino adalah
Presiden Philipina usai "People Power"nya menurunkan rezim Marcos
yang berkuasa puluhan tahun.
Namun kepemimpinan wanita ini bukan tanpa kritik dan
pemberontakan karena masih banyak yang menganggap ia boneka' Amerika dan tak
menyelesaikan masalah dalam negri Philipina. Salah satu tokoh yang berontak dan
menentang Aquino adalah mantan perwira AB Philipina yakni Gregorio "Gringgo"
Honasan.
Pada 14-15 Desember 1987, Manila menjadi Tuan Rumah KTT ASEAN
yang menjadi kerja besar pihak keamanan Philipina tentunya mengingat yang hadir
adalah para pemimpin Negara sekaligus hadir termasuk Presiden Soeharto. Kala
itu Soeharto adalah Kepala Negara paling senior dan paling di hormati apalagi
dikawasan ASEAN.
Namun perhelatan ini juga rupanya disikapi oleh kaum pemberontak
terutama pihak Honasan yang menganggap pertemuan para pemimpin Negara ASEAN ini
tak menguntungkan bagi Philipina. Lalu menurut pihak intelijen Philipina,
mantan Perwira Angkatan Bersenjata Philipina ini akan melakukan pengacauan pada
kegiatan tersebut dan yang akan menjadi target utama para pemberontak adalah
Presiden Soeharto.
Mantan Kolonel Gregorio "Gringgo" Honasan dan
pengikutnya berencana untuk melakukan serangan terhadap gedung Philippines
International Convention Center (PICC), tempat berlangsungnya KTT ASEAN.
Tujuan utama mereka adalah memicu krisis politik dan mempercepat
kudeta terhadap Aquino.
Pihak intelijen Indonesia sudah juga mendengar dan memantau
Honasan lalu Jenderal Benny Moerdani selaku Panglima ABRI lalu menyiapkan tim
pengamanan khusus untuk melindungi Soeharto.
Paswalpres langsung dibawah komando Panglima ABRI Beny Moerdani
melakukan pengawalan ketat terhadap Soeharto. Perencanaan pengamanan terhadap
Soeharto dilakukan dengan rencana detail dan seteliti mungkin hingga bisa
disebut pengamanan pada Presiden Soeharto sangat luar biasa.
Moerdani melibatkan Satuan Detasemen 81 Anti Teror Kopassus,
Satuan Tugas Armada Laut (dengan kapal perang dan kapal pendarat tank), Satuan
Tugas Udara (dengan pesawat Boeing 707, C-130 Hercules, komunikasi satelit
beserta unsur-unsur pendukungnya).
Kekuatan gabungan tiga matra ini dikerahkan untuk mengamankan
KTT III ASEAN yang berlokasi di Philippines International Convention Center
(PICC). Lokasinya menghadap Teluk Manila.
Bahkan pihak ABRI menyusupkan' satu tim Komando Pasukan Khusus
TNI AD untuk bergabung' dalam tim pengawal' Presiden Philipina.
Yang paling unik dan untuk pertama kali dilakukan oleh Indonesia
dalam hal ini ABRI adalah TNI AU mempersiapkan satu pesawat C-130 Hercules yang
difungsikan sebagai ambulans udara. Pesawat tersebut dilengkapi dengan
Kontainer Medik Udara (KMU) untuk memungkinkan tindakan medis awal, termasuk
operasi pembedahan manusia di darat maupun dalam penerbangan apabila
diperlukan.
Mereka juga melakukan pengintaian dan penyamaran di sekitar
lokasi KTT ASEAN.
Ketika mendeteksi adanya ancaman serius, mereka segera mengambil
tindakan preventif dan ofensif untuk menetralisir pemberontak.
Yang menjadi Komandan Task Force Pengamanan KTT ASEAN tersebut
di percayakan pada Marsekal Muda Teddy Rusdy, Asisten Perencanaan Umum saat
itu.
Sepekan menjelang KTT, Teddy bersama kelompok kecil pasukan
komando dipimpin oleh Letkol Inf. Luhut Binsar Panjaitan berangkat ke Manila
lebih awal. Sebagai advanced team, mereka bertugas memastikan keamanan dan
keselamatan rombongan Presiden Soeharto. Mulai dari menyediakan reception party
yang mengatur koordinasi dengan para pejabat tuan rumah KTT, menyiapkan
akomodasi untuk anggota pasukan, memasang Stasiun Satelit Bumi untuk
komunikasi, menyusuri semua tempat yang akan dilibatkan selama KTT III ASEAN,
hingga dukungan operasi serta logistiknya di Manila dan sekitarnya.
Sesaat sebelum upacara penyambutan Presiden Soeharto di bandara
oleh Presiden Aquino, Luhut Binsar Panjaitan saat masih berpangkat Letkol
memeriksa sendiri satu persatu senjata yang dipakai oleh Pasukan Kehormatan
yang menyambut Presiden Soeharto untuk menjamin keselamatan orang Nomor 1 ini.
Tiga hari menjelang KTT ASEAN, mantan Kolonel Gregorio
"Gringgo" Honasan tertangkap di Manila lewat operasi khusus intelijen
dan selama KTT berlangsung, Honasan ditahan di atas kapal Landing Ship Tank
(LST) milik AL Filipina di Teluk Manila. Pasukan AL dan Marinir Filipina yang
ditugaskan mengamankan Honasan yang dekat dengan kedudukan Satuan Tugas Armada
TNI AL. Dengan demikian, KTT ke-3 ASEAN berlangsung lancar dan aman.
Berkat kerjasama yang solid dan profesional antara Indonesia dan
Filipina, KTT ASEAN dapat berlangsung dengan aman dan lancar.
Presiden Soeharto pun berhasil selamat dari bahaya pembunuhan
yang mengancamnya.
Pada Minggu, 11 Desember 1987, Presiden Soeharto pun kembali ke
Jakarta menggunakan Pesawat DC-10 Garuda dan mendarat ke Lanud Halim
Perdanakusuma dengan selamat.
Honasan sendiri pada akhirnya berhasil meloloskan diri berkat
bantuan aparat keamanan yang menjaganya. Pada 1992, Presiden Fidel Ramos
memberikannya amnesti. Setelah dipecat dari militer, Honasan masuk dunia
politik dan berhasil menjadi senator periode 1995-2004. Pada pemilihan umum
2016, Honasan maju sebagai wakil presiden mendampingi Jejomar Binay, tetapi
dikalahkan oleh pasangan Rodrigo Duterte dan Leni Robredo.
*Dari
berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar