Perjalanan sejarah Masohi, Ibukota Kabupaten Maluku Tengah, tidak bisa
dilepas-pisahkan dari sosok Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno.
63 tahun silam, tepatnya 3 November 1958, Bung Karno menjejakkan kakinya
untuk pertama kali di Pulau Seram, Provinsi Maluku. Kedatangan Bapak
Proklamator itu untuk meresmikan Kota Masohi, ditandai dengan peletakkan batu
pertama dan penanaman Pohon Waringin (Beringin) di dararan Nama.
Momen bersejarah ini menjadi titik awal sejarah perjalanan panjang kota
yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah, kabupaten
pertama dan tertua di Maluku.
Nama Masohi juga merupakan pemberian Bung Karno yang berarti Gotong-Royong,
sebagai simbol Persatuan dan Kebersamaan dalam membangun Kota Masohi yang
kemudian membentuk satu entitas masyarakat yang plural mendiami kota itu.
Kota Masohi berdiri di atas lahan seluas 600 hektar di dusun atau hutan
Nama, petuanan Negeri Amahai dan sebagian petuanan Negeri Haruru. Semula Kota
Masohi mau dibangun di atas dataran Kupopoyoni (Gunung Karai). Hanya saja
lokasi ini tidak memenuhi syarat karena tidak memiliki cadangan air yang cukup.
Membangun Kota Masohi pada hakekatnya merupakan realisasi dari cita-cita
yang bersendikan pengakuan etnologi yang hidup di hati masyarakat Maluku Tengah
saat itu. Dataran Nama menjadi cikal bakal dan awal dari sejarah Kota Masohi
setelah melemahnya kekuatan RMS pimpinan Soumokil, serta wujud dari pembangunan
Maluku setelah Indonesia meraih kemerdekaan.
Setelah diresmikan dan pembangunan mulai digalakkan, sebelas tahun
kemudian, Bung Karno kembali lagi ke Masohi pada 19 Juni 1969. Kehadirannya
kali ini untuk memantau langsung perkembangan pembangunan Kota Masohi dibawah
pemerintahan Abdullah Soulisa, bupati pertama saat itu.
Bung Karno, dalam sejarah berdirinya Kota Masohi sangatlah istimewa.
Dibangunnya Baileo dan Monumen Ir. Soekarno di pusat Kota Masohi, tidak lain
sebagai bentuk penghormatan, dan untuk mengenang sejarah kehadiran Bung Karno
di tanah Seram.
Monumen Ir. Soekarno di pelataran Pandopo Bupati Maluku Tengah memiliki
arti dan nilai sejarah tersendiri. Tanpa harus mengkultuskan, namun berdirinya
sosok Bung Karno dalam rupa monumen (patung) itu merepresentasikan nilai dan
semangat juangnya yang akan selalu hadir dalam setiap denyut nafas masyarakat
dan sejarah perjalanan Kota Masohi.
Nama Bung Karno tidak saja abadi lewat monumen di Kota Masohi, atau di
beberapa kota di Indonesia. Nama besar pencetus Gerakan Non Blok ini juga
mendapat tempat istimewa di dunia internasional. Sebuah Monumen Soekarno
berdiri megah di Kota Aljir, Aljazair.
Penghargaan untuk Bung Karno juga terdapat di sejumlah negara lain. Jalan
Soekarno di Mesir, Jalan Rue Soekarno di Maroko, Monumen Soekarno di Seisho
Jepang, Soekarno Square Khyber Bazar di Peshawar dan Soekarno Bazar di Lahore
Pakistan.
Ada juga Masjid Biru Soekarno di Rusia dan foto Bung Karno yang terpampang
di Masjid Agung Sobornaya Moskow, serta pohon Soekarno di Arab Saudi yang merupakan
sumbangannya kepada Raja Arab Saudi ketika itu.
Akhirnya saya ingin mengucapkan selamat diresmikannya Baileo dan Monumen
Ir. Soekarno di Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, oleh Presiden Indonesia
kelima, Ibu Megawati Soekarnoputri, yang juga putri pertama Bung Karno.
Peresmian ini turut dihadiri Gubernur Maluku Bpk. Murad Ismail, dan Bupati
Maluku Tengah Bpk. Tuasikal Abua, Senin 21 Juni 2021.
Semoga hadirnya Baileo dan Monumen Ir. Soekarno di Kota Masohi akan menjadi
icon, landmark, sekaligus simbol budaya dan monumen sejarah bagi generasi hari
ini, dan akan datang.
Baileo dan Monumen Ir. Soekarno ini menunjukkan kebenaran sejarah bahwa dedikasi dan pengabdian kepada rakyat adalah suatu perjalanan tiada akhir dari Putra Sang Fajar. Mereka yang membuat sejarah akan selalu dikenang. Seperti kata Bung Karno, “Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya.”
*TerasMaluku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar