Rabu, 18 November 2020

Euforia Dewa Mabuk

 


       NEGARA MELAWAN AROGANSI DAN IMPUNITAS 

                         KELOMPOK MAYORITAS

 Oleh : Islah Bahrawi ( Pegiat Bijak Dalam Bermedsos )

Ia datang laksana pendekar “ Dewa Mabuk “ yang sedang turun gunung, lalu menyerang ke segala penjuru mata angin, menendang dan memukul siapapun yang dijumpai –dengan kekuatan penuh membabi buta. Seperti orang yang terlalu lama di dalam gua, ia terbiasa merasa besar di dalam ruangan kecil. Banyak yang terpana melihat aksinya, ada juga yang yang tidak terima namun tidak dapat berbuat apa – apa. Sikap diam orang – orang membuatnya semakin merasa besar, jumawa dan mengaggap orang lain lebih kerdil. Tidak ada satupun yang sanggup menghalangi, termasuk Tentara kerajaan – ia merasa hukum tak sanggup menyentuhnya. Kisah klasik ini adalah gambaran implisit dari apa yang dimaksud dengan “impunitas”.

Hari – hari terakhir kita menyaksikan semua itu di sini. Negara diam, seolah tidak hadir . Sebagian dari kita tidak terima tanpa berbuat apa – apa. Kita semua pasrah dalam amarah diam – diam. Kita menyaksikan bagaimana semua orang dikerdilkan satu persatu, melewati beranda – beranda kita dengan leluasa. Namun bagaimanapun kita berdiam dalam satu negara berlandaskan hukum, bukan totalitarian yang harus menhadangnya dengan juga membabi buta. Cara serampangan akan membuat kita taka da bedanya dengan pendekar mabuk tadi.

Negara ini digawangi bukan untuk melayani amarah sat- dua orang, juga bukan untuk mengadopsi kesabaransegelintir orang. Ini bukan soal marah atau sabar, ini tentang momentum dan marwah negara adalah salah jika negara dianggap diam.

Kita tidak boleh terjebak untuk memuji Presiden Jokowi secara berlebihan, bagaimanapun ada juga kekuranganya adalah wajar sebagai manusia. Ketika banyak orang mengkritik pemerintah melakukan pembiaran , kita harus terbiasa memahami cara kerja Presiden Jokowi . Banyak orang hilang kesabaran karena focus melihat tingkah polah satu orang ini, disaat Presiden harus melihat tingkah jutaan orang. Ia seperti halnya Raja – raja Jawa yang membutuhkan waktu puluhan menit sekedar menggerakkan satu langkah bidak catur. Padahal ia tidak hanya memikirkan langkah itu saja, tapi justru memikirkan puluhan langkah berikutnya.

Ini bukan pujian tapi ini merupakan fakta bahwa sikap reaksioner kita masyarakat sering terlambat disbanding sikap Presiden Jokowi yang visoner.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengawalan Satgas OMPC II Papua Tengah Untuk Pilkada Serentak

Personel Polri yang tergabung dalam Operasi Mantap Praja Cartenz II 2024 melaksanakan pengawalan dan pengamanan ketat terhadap proses distri...