TIMIKA | Forum Pemilik Hak Sulung Tsinga Waa-Banti Aroanop (FPHS
Tsingwarop) akan tetap melakukan demo damai, dan meminta operasi tambang PT
Freeport Indonesia (PTFI) di Kabupaten Mimika dihentikan, karena dinilai ilegal
“Kami mau sampaikan bahwa FPHS sangat sadar dan tau akan Hukum. Kami jsudah
maju memandang sesuatu itu baik atau tidak. Dan kami tidak mau klaim tanah
milik orang lain adalah milik kami. Serta tidak akan main hakim sendiri,
seperti apa yang disampaikan oleh pihak keamanan,”kata Sekretaris I FPHS Yohan
Songgonao melalui releasenya yang dikirim ke media ini, Kamis (3/1). Kata
Yohan, dalam masalah ini, justru Negara dalam hal ini pihak keamanan, hadir
untuk membela warganya sesuai amanat undang-undang yang ada. Sehingga harus
memberikan ruang demokrasi, bukan melakukan penghadangan. Yang akibatnya ruang
komunikasi tidak terwujud. “Seperti pagi ini, Kamis (3/1) di Kuala Kencana,
dengan memakai UU Obvitnas tapi melanggar undang-undang lain. Dan aparat
keamanan, dalam hal ini Kepolisian harus menjadi fasilitator yang baik bukan
menjadi jubir Freeport, Inalum dan Pemda,”katanya. Dari hal tersebut, kata
Yohan, pihaknya sangat kecewa. Dimana dalam pembicaraan pada pertemuan antara
FPHS dengan Polres Mimika, Kepolisian tidak akan berbicara substansi. Dan itu
sangat kita hargai dan berharap Kapolres konsisten dalam mengawal, serta
menjadi fasilitator yang baik. Lanjutnya, dan jangan mengeluarkan pernyataan ke
publik, yang mengatakan FPHS melakukan persekusi. Yang bisa diartikan bahwa itu
perbuatan satu kelompok kriminal atau teroris yang menghadang dan memburu
orang. “Ini bukan mendidik masyarakat sadar akan hukum. Tapi yang terjadi
adalah tekanan agar tujuan kelompok tertentu tercapai,”ujarnya. “Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, persekusi adalah pemburuan
sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah,
atau ditumpas”. Ia mengatakan, pihaknya berharap Kapolres sesuai janji harus
menjadi fasilitator yang baik. Dan FPHS berjuang tentang tanah kita, mama kita
dan harga diri yang harus diposisikan sama dimata hukum terhadap aturan
pembagian hasil maupun skema. “Kami akan terus memperjuangkan hak kami. Apabila
kami tidak pernah duduk dengan Bupati Mimika dan dapat SK langsung dari negara,
untuk dimasukkan dalam skema pembagian saham. Maka dengan meminta ijin untuk
terus melakukan gangguan terhadap operasi tambang yang Ilegal ini. Ia
menambahkan, pihaknya berharap ada ruang demokrasi dan komunikasi yang baik.
Serta memposisikan PHS ini sebagai warga negara yang hak-haknya harus
diperhatikan baik. Dan Kapolres harus melihat lebih jauh apa yang terjadi dalam
persoalan yang berlarut-larut, namun belum ada pertemuan dengan Bupati. Bupati
harus melayani warga masyarakat yang terus menyuarakan tentang hak ulayatnya.
Jangan berbulan-bulan di Jakarta, dan ke Timika karena ada bisnis MLM. “Ini
patut dipertanyakan, kenapa dari awal perjuangan kami Bupati tidak perhatikan.
Apakah Bupati tidak peduli dengan saudara-saudaranya dan terus sembunyi di
Jakarta. Apa ada job baru di Jakarta atau bagaimana?,”tuturnya. Sekali lagi,
pihaknya meminta kepada pihak Kepolisian untuk mengawal baik kita masuk ke OB1
dan OB2. Dan memohon untuk seluruh operasi tambang Freeport ditutup demi hukum,
UU Minerba N0.4 Tahun 2009 Pasal 135 dan Pasal 136 ayat (1) da (2). “Bapak
Kapolres Mimika Harus Percaya demo damai kami dijamin berjalan aman. Yang
terpenting dikKawal, dan saat kami demo operasi tambang harus
dihentikan,”ungkapnya. Sementara Ketua FPHS Tsingwarop, Yafet Manga Beanal
mengatakan, perjuangan FPHS sudah berjalan dan tidak akan mundur. Sehingga apa
yang disampaikan pihak manapun, tidak akan berpengaruh. Karena tambang emas ini
dimiliki oleh PHS. “Silahkan bicara apa saja, saya tidak akan takut. Dan akan
maju terus untuk bisa ketemu Bupati. Sehingga sebelum tanggal 7 Januari harus
dilakukan. Kalau tidak, maka akan tetap tutup tambang Freeport,”tegasnya. (Rei)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar