Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI AD
merupakan upaya hati-hati untuk menjelaskan latar belakang posisi Zulkifli
Lubis dalam pergolakan internal militer Indonesia pada periode awal
kemerdekaan. Peter Kasenda menyuguhkan penjelasan tersebut dalam format kronik
kehidupan Zulkifli Lubis pada era okupasi Jepang hingga Orde Baru. Pada taraf
tertentu, buku ini dapat masuk kategori biografi,’ meski data yang
disuguhkan penulis lebih banyak berasal dari sumber sekunder dan konteks makro
sejarah sosial-politik Indonesia mendapat porsi yang banyak.
Sebagai salah seorang elit militer’ saat itu -karena mendapat kesempatan pendidikan militer Jepang,
Zulkifli Lubis merintis pembentukan badan intelijen negara pertama Indonesia
yang bernama Badan Istimewa, bersama Sunarjo, Jiwahir, dan Djatikusumo. Setelah
Badan Istimewa, Zulkifli Lubis pun mendirikan Penyelidik Militer Chusus (PMC)
pada akhir tahun 1945 dengan anggota para mantan perwira Yugekitai (pasukan
gerilya khusus) yang bertugas mengumpulkan informasi intelijen serta melakukan
operasi gerilya di belakang garis pertahanan musuh (hlm. 49).
Pada periode awal kemerdekaan, situasi politik maupun keamanan Indonesia berada
dalam ketidakpastian. Selepas Jepang menyerah dalam Perang Pasifik karena
pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat, status Indonesia
-atau Hindia-Belanda- berada dalam persengkataan. Pada satu sisi, kelompok
pejuang kemerdekaan yang diwakili Soekarno-Hatta telah memproklamasikan
kemerdekaan, sementara itu, tentara Sekutu berniat untuk mengembalikan wilayah
Hindia-Belanda kepada Belanda.
Upaya penyelesaian sengketa tersebut dilakukan dengan dua jalan, yaitu melalui
meja perundingan (diplomasi) dan konfrontasi (perlawanan bersenjata) melawan
Sekutu/Belanda. Pelaksanaan diplomasi dan konfrontasi tersebut, dalam
perkembangannya, melahirkan berbagai dinamika internal yang memengaruhi
perjalanan bangsa Indonesia.
Manuver
Satu cerita menarik tentang Zulkifli Lubis, yang telah dibahas oleh beberapa
buku lain -dengan derajat kedalaman yang berbeda, adalah rivalitas antara Lubis
dengan A.H. Nasution. Peter Kasenda pun tidak melewatkan satu episode kehidupan
Zulkifli Lubis tersebut.
Rivalitas di antara keduanya bermula pada peristiwa 'Operatie Kraai’ (Operasi
Burung Gagak) tanggal 19 Desember 1948, atau dikenal dengan Agresi Militer
Belanda II. Pada akhir tahun 1948, Zulkifli Lubis telah menerima informasi
intelijen tentang kemungkinan serangan Belanda ke ibukota Republik Indonesia di
Yogyakarta. Zulkifli Lubis melaporkan temuan tersebut kepada Nasution selaku
Panglima Komando Jawa, namun Lubis merasa Nasution telah mengabaikan informasi
intelijen tersebut. Bahkan pada tanggal 17 Desember 1948, dua hari sebelum
terjadinya agresi oleh Belanda, Nasution malah melakukan perjalanan ke Jawa
Timur. Zulfkifli Lubis kecewa atas tindakan Nasution tersebut dan lantas
mengadukannya kepada Panglima Sudirman. Zulkifli Lubis meminta Nasution dicopot
dari posisi Panglima Komando Jawa (hlm. 55-56).
Konteks rivalitas Zulkifli Lubis dan Nasution tidak terlepas dari adanya
dikotomi antara 'pusat-daerah’. Nasution dipandang sebagai representasi 'pusat’
yang ingin memangkas kewenangan serta otonomi daerah dalam menjaga keamanan.
Upaya Nasution untuk merestrukturasi angkatan bersenjata, salah satunya dengan
cara penerapan sistem rotasi komandan daerah, pun memancing kritik keras.
Puncak peristiwa yang pada akhirnya memosisikan keduanya secara berhadapan
adalah proklamasi Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958.
Zulkifli Lubis berada di pihak PRRI.
Bagaimanapun, seperti ditulis Peter Kasenda, sikap politik Zulkifli Lubis pada
dasarnya bukanlah semata menantang Nasution maupun Sukarno secara pribadi.
Sikap oposisi Zulkifli Lubis merupakan manuver politik untuk memenuhi
kepentingan umum atas keadilan. Namun, sulit untuk dipungkiri metode yang
digunakan justru kontra-produktif dengan tujuan yang ingin dicapai.
Sebagai seorang berpendidikan militer, Zulkifli Lubis tetap membuka pilihan
bagi perjuangan bersenjata padahal lawan yang dihadapi pada dasarnya merupakan
sesama anak bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan dari tangan kolonialis.
Dalam 'peristiwa Lubis’, yaitu upaya kudeta oleh militer pada tahun 1956,
Zulkifli Lubis sebagai salah seorang pendukung gerakan penggulingan Ali
Sastroamidjojo, A.H. Nasution, dan Soekarno, menyetujui pengerahan pasukan
untuk mengepung gedung pemerintahan. Ketika gerakan kudeta gagal dan pemerintah
mulai bergerak, Lubis mengaku dirinya terlibat dalam peristiwa tersebut dan
menyatakan bahwa rakyat dapat menilai sendiri apakah tindakan kudeta itu benar
atau salah (hlm. 119-120). Metode yang sama digunakan kembali pada peristiwa
PRRI 1948, dengan hasil akhir yang tidak jauh berbeda.
Dalam upaya demokratisasi Indonesia pada awal kemerdekaan, tindakan mobilisasi
dan persuasi Zulkifli Lubis tersebut patut dikritisi dengan serius: kekerasan
bersenjata oleh tentara di alam demokrasi, terlebih negara baru merdeka,
merupakan kesalahan fatal. Peter berupaya menjernihkan latar belakang Lubis
memilih jalan tersebut, namun tidak terlalu meyakinkan.
Bagaimanapun, melalui pendekatan kronik dan biografi, buku karya Peter Kasenda
ini berpotensi untuk membuka lembar diskusi baru tentang peran Zulkifli Lubis
dalam dunia politik-militer Indonesia -dan tokoh militer kontroversial lainnya.
Selain itu, Peter pun telah memberikan sumbangan berharga dalam memperkaya
narasi kontemporer tentang 'pahlawan kemerdekaan,’ meski bukan berarti ia
berhasil menyuguhkan sebuah narasi alternatif. Atas dasar itu, buku ini penting
untuk dibaca oleh kalangan pelajar, mahasiswa, akademisi, politisi, jurnalis,
dan tentu saja masyarakat umum yang tertarik dengan sejarah militer Indonesia.
Minggu, 02 November 2025
Kolonel Misterius,Komandan Pasukan Bayangan TNI - AD : Bapak Intelijen indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kolonel Misterius,Komandan Pasukan Bayangan TNI - AD : Bapak Intelijen indonesia
Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI AD merupakan upaya hati-hati untuk menjelaskan latar belakang posisi Zulkifli Lubis dalam pergolak...
-
Menjunjung Kebenaran, Keadilan Dan Kemanusiaan The Partnership Building Of Divkum Polri PEMBINA Irjen.Pol. DR. Asep J Ahmadi, SH,...
-
Kota Solo salah satu jantung pusat budaya jawa yang dikelilingi oleh daerah – daerah situs sakral peninggalan kerajaan – kerajaan be...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar