Minggu, 19 Oktober 2025

SAAT POLISI ISTIMEWA DIPIMPIN ONI SASTROATMODJO TERLIBAT PERTEMPURAN KOTABARU JOGJAKARTA 7 OKTOBER 1945

Tanggal 6 Oktober 1945, malam itu, tangsi Jepang di Kotabaru sudah mulai bersiap dengan mengeluarkan semua senjata yang mereka miliki untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk, mereka sedang menunggu perundingan yang masih berlangsung alot.

Ya, tanggal 6 Oktober 1945, para pemimpin Komite Nasional Daerah Jogjakarta sedang melakukan perundingan dengan komandan tangsi Jepang di wilayah Kotabaru yang dipimpin oleh Mayor Otzuka untuk meminta secara baik-baik pihak Jepang menyerahkan senjata mereka pada pihak pejuang Indonesia di Jogjakarta.

Pihak pejuang Jogjakarta sebenarnya sudah menduga bahwa Jepang tak akan menyerahkan senjata mereka secara cuma-cuma, maka selain melakukan perundingan, mereka juga mempersiapkan para pemuda untuk menyerbu tangsi Jepang tersebut jika perundingan gagal. Rombongan pemuda yang akan menyerbu ini dipimpin oleh pemuda Soeharto yang kelak menjadi presiden RI ke 2.

Soeharto, selaku pimpinan para pemuda pejuang Jogjakarta, bersiap menyerbu markas Tangsi Jepang di Kota Baharu, Yogyakarta. Melihat kekuatan Jepang yang lebih unggul, para pemuda pimpinan Soeharto ini meminjam senjata pada satuan polisi istimewa yang dipimpin oleh Oni Sastroatmodjo selaku Komandan Polisi Istimewa Jogjakarta.

Perundingan berlangsung alot, hingga menjelang malam, kedua pihak tetap pada pendiriannya masing-masing, pejuang Jogjakarta tetap pingin Jepang menyerahkan senjata mereka secara cuma-cuma, Jepang tetap menolak.

Sementara itu diluar tembok tangsi Jepang, pejuang, pemuda serta pasukan Polisi Istimewa Jogjakarta mulai mengepung rapat tangsi Jepang tersebut. Pemuda Soeharto mengatur pengepungan dengan membagi kekuatan pemuda pejuang Jogjakarta dari sisi Selatan lalu pasukan Polisi Istimewa Jogjakarta dari sisi barat.

Seperti diduga sebelumnya, perundingan gagal, artinya jalan terakhir adalah menyerbu masuk tangsi Jepang di Kotabaru tersebut.

Semakin malam, semakin banyak pejuang Jogjakarta yang mengepung Tangsi Jepang, walau hanya bersenjatakan golok, keris dan bambu runcing tapi tekad mereka sudah bulat, besok pagi senjata Jepang di tangsi itu harus ditebut.

Sebagai bentuk tekanan pada pihak Jepang, di depan gerbang Tangsi para pejuang Jogjakarta meneriakan kata-kata "siap" dan "Merdeka" berulang-ulang dengan maju mundur mendekati pintu utama tangsi. Kegiatan tersebut dilaksanakan nyaris sampai menjelang jam 1 malam.

Komandan Oni Sastroatmodjo, mulai mengatur anak buahnya dengan styling di sisi barat tangsi, mereka sudah siap dengan segala kemungkinan dan anak buahnya menunggu aba-aba dari sang komandan...semua tegang menunggu pagi.

Salah satu anak buah Oni Sastroatmodjo bertanya, "kapan kita bergerak?", dengan cepat Pak Oni Sastroatmodjo menjawab, "Nanti saat fajar, saat granat meletus, begitu juga aliran listrik diputus!".

"Siap", jawab anak buah Pak Oni Sastroatmodjo lalu kembali ke posisinya.

7 Oktober 1945, mendekati fajar dini hari saat matahari naik, listrik tiba-tiba diputus oleh para pemuda dan ledakan granat pertama terdengar. Maka pertempuran pun pecah antara para pejuang Jogjakarta dengan pihak Jepang yang ada di dalam tangsi di Kota Baru.

Jual beli tembakan sengit terjadi, Polisi Istimewa menutup ruang kosong yang tak di isi pejuang Jogjakarta, sedang para pejuang menyusup dengan menaiki tembok tangsi walau diantara mereka ada yang tertembak namun pemuda lain tetap masuk.

Ledakan granat dan bunyi senapan mesin Jepang dibalas lemparan granat oleh Polisi Istimewa Jogjakarta, pemuda Jogja tak juga surut semangatnya wali hanya dengan senjata seadanya, beberapa serdadu Jepang tewas diujung bambu runcing pemuda.

Pejuang Jogjakarta dan polisi Istimewa Jogjakarta makin mendekati tangsi Jepang, walau tembakan serdadu Jepang sengit diatas kepala mereka, hingga akhirnya satu ledakan granat menjebol pintu gerbang utama tangsi hingga pintu terbuka...

Saat itulah tanpa diberi aba-aba oleh siapapun beberapa pemuda pejuang Jogjakarta berlari mendekati pintu gerbang tangsi, namun baru beberapa langkah mereka memasuki tangsi, tubuh mereka dihujani peluru senapan mesin Jepang.

Para pemuda pejuang Jogjakarta ini gugur seketika dihantam tembakan senapan mesin. Diantara mereka yang gugur adalah ;

Atmosukarto,

Ahmad Djazuli,

Abu Bakar Ali,

Djasman,

Djoewadi

Djohar Noerhadi

Faridan M Noto

I Dewa Nyoman Oka

Kalipan

Mochammad Sareh

Ngadikan

Sadjiono

Sabirin

Soenardjo

Soeroto

Soepadi

Soeparmo

Sarwoko

Soebarman

Trimo

Mohammad Wardani

Soeharto sendiri kaget melihat gerakan para pemuda yang nekat masuk tersebut, namun apa mau di kata sudah terlambat.

Tapi berkat pengorbanan para pemuda yang gugur tersebut, para pejuang Jogjakarta dan Polisi Istimewa Jogjakarta berhasil masuk ke tangsi Jepang serta menawan hampir 300 orang serdadu Jepang dan menguasai senjata mereka untuk keperluan perjuangan.

Tak dapat dipungkiri peran Polisi Istimewa Jogjakarta yang di pimpin oleh Oni Sastroatmodjo dalam perjuangan awal mempertahankan kemerdekaan di Jogjakarta.

 

 

*Benny Rusmawan


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SAAT POLISI ISTIMEWA DIPIMPIN ONI SASTROATMODJO TERLIBAT PERTEMPURAN KOTABARU JOGJAKARTA 7 OKTOBER 1945

Tanggal 6 Oktober 1945, malam itu, tangsi Jepang di Kotabaru sudah mulai bersiap dengan mengeluarkan semua senjata yang mereka miliki untu...