Satjipto Rahardjo menyatakan
penegakan hukum progresif dijalankan tidak hanya berpatokan pada kata-kata
hitam putih dari peraturan-peraturan yang berlaku, melainkan menurut semangat
dan makna lebih dalam dari peraturan-peraturan tersebut.
Kenapa hukum progresif disebut hukum yang pro rakyat? Atau
hukum yang pro keadilan? Maksudnya bagaimana? Yuk simak dulu artikel kali ini!
Produk hukum atau berbagai peraturan tentunya bersifat
formalistik dimana kepastian hukum menjadi ikon kebenaran. Keadilan yang
dimaksud bersumber dari peraturan tertulis dan menutup diri terhadap keadilan
di luar peraturan tertulis. Teori ini memunculkan pemikiran hukum progresif
untuk memberikan kepuasan terhadap kinerja dan kualitas penegakan hukum.
Hukum progresif disebut sebagai hukum yang pro
rakyat sebab hukum progresif dituntut untuk mengedepankan kejujuran, empati,
kepedulian dan ketulusan dalam menegakkan hukum. Masyarakat membutuhkan
pembentukan dan konstruksi hukum yang dapat memberikan rasa nyaman sehingga
membuka akses nilai keadilan.
Pembentukan hukum terikat erat dengan putusan
hakim dalam suatu perkara, sedangkan penegakan hukum merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan dan ide-ide hukum menjadi kenyataan.
Penegakan hukum dengan hanya berpatokan pada
peraturan tidak selalu dapat mewujudkan nilai keadilan, maka perlu ada
penerapan hukum progresif sebagai hukum yang pro rakyat dan berorientasi
terhadap nilai keadilan, kesejahteraan, dan perlindungan hak asasi.
Konsepsi Hukum Progresif: Hukum
Bukan Institusi yang Final dan Mutlak
Hukum progresif
percaya bahwa hukum bukan merupakan institusi yang final dan mutlak, karena
hakikat hukum sendiri selalu dalam proses menjadi. Satjipto Rahardjo menyatakan
hukum senantiasa berproses:
“Hukum adalah institusi yang secara terus
menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat kesempurnaan yang
lebih baik. Kualitas kesempurnaan di sini bisa diverifikasi ke dalam
faktor-faktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lain-lain.
Inilah hakikat ‘hukum yang selalu dalam proses menjadi (law as a process, law
in the making). Hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri, tetapi untuk manusia”
Maka dalam konteks tersebut, dapat dilihat
hukum harus berjalan berubah mengikuti dinamika kehidupan manusia. Jika hukum
bersifat final dan mutlak, maka hukum tidak lagi tampil sebagai solusi dalam
menyelesaikan perkara, akan tetapi manusialah yang dipaksa untuk mengikuti
keberadaan hukum itu.
Konsepsi Hukum Progresif: Hukum
untuk Keadilan
Keadilan dan kebenaran
menempatkan nilai kemanusiaan paling tinggi dalam kehidupan hukum. Keadilan dan
kebenaran menjadi tujuan dari segalanya dalam kita berkehidupan hukum.
Sobat HeyLaw pasti sering mendengar kalimat
“Hukum untuk manusia”, artinya sama dengan hukum progresif yang berasumsi bahwa
“Hukum untuk keadilan”, dimana nilai kemanusian dan keadilan ada di atas hukum
bukan sebaliknya. Itulah sebabnya jika terdapat permasalahan dalam menegakkan
hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau kembali, bukan manusia dipaksa
mengikuti hukum tersebut.
Hukum hanya dipandang sebagai “alat” untuk
mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan bahagia.
Sehingga menurut hukum progresif, hukum bukanlah sebuah tujuan melainkan hukum
hanya berupa alat.
Konsepsi Hukum Progresif: Hukum
Sebagai Aspek Peraturan dan Perilaku
Hukum progresif
bertumpu pada aspek peraturan dan perilaku. Hukum sebagai peraturan dibentuk
untuk membangun sistem hukum positif yang logis dan rasional. Sedangkan aspek
perilaku manusia sebagai subjek yang menjalankan dan menggerakkan peraturan
yang ada. Maka dari itu, kinerja hukum yang pro rakyat atau tercermin dari
perilaku sosial penegak hukum dan masyarakatnya.
Hukum progresif menempatkan aspek perilaku di
atas aspek peraturan. Satjipto Rahardjo mengutip ucapan Taverne :
“Berikan pada saya jaksa dan hakim yang baik,
maka dengan peraturan yang buruk sekalipun saya bisa membuat putusan yang
baik”.
Dengan menempatkan perilaku manusia di atas peraturan, berarti melakukan pergeseran pola pikir, sikap dan perilaku dari yang semulanya hanya melihat peraturan perundang-undang saja, berubah ke arah yang memperhatikan nilai kemanusiaan (holistik).
Konsepsi Hukum Progresif: Hukum
Mengandung Spirit Pembebasan
Hukum progresif yang
lahir dari rasa ketidakpuasan dan keprihatinan atas kualitas penegakan hukum,
hal ini menyebabkan hukum progresif mengandung spirit pembebasan. Pembebasan
yang bagaimana yah?
1.
Pembebasan terhadap
tipe, cara berpikir, asas dan teori hukum yang selama ini berpatokan terhadap peraturan
yang ada. Disini hukum progresif lebih mengutamakan tujuan yang ingin dicapai.
2.
Pembebasan terhadap
kultur penegakan hukum yang selama ini berkuasa dan dirasa menghambat usaha
hukum untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
Jangan salah tanggap dulu Sobat HeyLaw! Arti
kata “pembebasan” bukanlah menjurus kepada tindakan negatif atau
kesewenang-wenangan, sebab penegak hukum dalam melakukan apapun harus tetap
didasarkan pada “logika kepatutan sosial” dan “logika keadilan” serta tidak
semata-mata berdasarkan “peraturan perundang-undangan” saja.
Dari konsepsi hukum inilah, hukum progresif
menjunjung tinggi nilai moralitas dengan menggunakan hati nurani untuk
mengendalikan “spirit pembebasan”. Dengan begitu, hukum progresif yang menyatakan
bahwa “hukum untuk manusia, dan bukan sebaliknya” mengandung spirit pembebasan
untuk mencari dan menemukan format, pikiran, asas serta aksi yang tepat dalam
penegakan hukum.
Selain konsepsi-konsepsi di atas, ciri hukum
progresif lainnya, yaitu:
1.
Bertujuan untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia sehingga dinamika hukum tidak kunjung
berhenti pada waktu tertentu, hukum harus terus menerus membangun diri
menyesuaikan perubahan sosial yang terjadi.
2.
Peka terhadap
perubahan secara lokal, nasional maupun internasional terhadap segala peristiwa
hukum.
3.
Tidak
mengindahkan status quo (kondisi tetap
tanpa adanya perubahan), terutama saat suatu peristiwa merugikan rakyat.
Berfikir secara progresif, menekankan bahwa
bukan saja proses kehidupan ini yang harus keluar dari zona nyaman, melainkan
juga dalam penegakan hukum. Hukum harus memperhatikan sisi sosiologis dan nilai
kemanusiaan.
Pola pikir dengan memperhatikan maksud undang-undang
memang perlu, namun perlu juga memperhatikan hukum progresif manakala suatu
perkara berhadapan dengan suatu masalah yang jika dipikirkan dengan logika
hukum dapat mencederai nilai kemanusiaan.
Sumber :
Penulis:
Gracia
Editor:
Zulfa ‘Azzah Fadhlika, S.H
@Heylaw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar