Jakarta: Organized
Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengklarifikasi tudingan ke
Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, Organisasi itu mengaku tak punya bukti
menempatkan Jokowi sebagai salah satu tokoh korup.
Hal tersebut dinilai sebagai pengingat untuk
masyarakat Indonesia. Bahwa, tak semua hal yang dibeberkan pihak asing valid,
sehingga seluruh pihak diminta tak mudah terprovokasi.
"Jangan mau diprovokasi asing melalui
tangan-tangan organisasi yang terkesan independen padahal membawa kepentingan
pihak tertentu," kata Ketua Umum For Bejo (For Belakang Jokowi),
Sugeng Budiono, melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Januari 2025.
Ia mengingatkan agar rakyat Indonesia senantiasa
menjaga muruah Presiden dan mantan Presiden Republik Indonesia. Sebab, menjadi
Presiden bukan lah hal mudah. Hanya putra-putri terbaik bangsa yang mampu
mengemban amanah tersebut.
"Perkuat persatuan dan jaga muruah bangsa dan
negara termasuk muruah Presiden dan mantan Presiden," pungkas Sugeng.
Di
sisi lain, dia melihat pengakuan OCCRP tak terlepas dari kritik tokoh-tokoh
Indonesia. Salah satunya, pendiri Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R
Haidar Alwi.
Menurut dia, Haidar Alwi merupakan tokoh yang
pertama kali mengkritik publikasi OCCRP soal Jokowi. Dia melihat hal tersebut
sebagai upaya Haidar menjaga muruah Jokowi.
"Haidar Alwi telah berhasil menjaga muruah
Pak Jokowi di mata dunia. Berkat beliau, OCCRP akhirnya mengakui kelemahan
risetnya karena tidak memiliki bukti Pak Jokowi korupsi,"
kata Sugeng.
Kritik
dari Haidar Alwi, kata dia, merupakan yang paling substansial. Karena, berhasil
mematahkan tudingan OCCRP, mengingat tak ada data valid yang disajikan dan
publikasi hanya berdasar polling.
"Beliau mampu mengungkap kelemahan dan
keanehan metodologi riset yang dirilis oleh organisasi sekelas OCCRP. Kritiknya
berdasar dan sulit untuk dibantah," jelas Sugeng.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar
Alwi, mengatakan bahwa segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan
dengan polling atau jajak pendapat.
"Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum
adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak
pendapat," tegas R Haidar Alwi, Rabu, 1 Januari 2025.
Menurutnya, hingga saat ini tidak ada satu pun
putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana
korupsi. Tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah
satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jika metodologinya benar, seharusnya dewan
juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa
memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun
putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan?
Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata," ungkap R Haidar
Alwi.
OCCRP mengklarifikasi pemberian nominasi itu.
Termasuk, terkait proses seleksi dan mengatasi beberapa kesalahpahaman.
“OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang
dinominasikan, karena saran datang dari orang-orang di seluruh dunia. Ini
termasuk nominasi mantan presiden Indonesia Joko Widodo, yang dikenal sebagai
Jokowi,” tegas pernyataan resmi OCCRP.
OCCRP memasukkan Jokosi, dalam ‘finalis’ nominasi
yang mengumpulkan dukungan daring terbanyak dan memiliki beberapa dasar untuk
dimasukkan. Mereka bahkan mengaku tidak memiliki bukti keterlibatan Jokowi
dalam kasus korupsi apa pun.
“OCCRP tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat
dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi selama masa jabatannya,” kata
pernyataan LSM itu.
*Sumber Metro TV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar