Minggu, 05 Januari 2025

Klarifikasi OCCRP Atas Tudingan Terhadap Jokowi Berdasarkan Surat Online Tanpa memiliki Bukti

Jakarta: Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengklarifikasi tudingan ke Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, Organisasi itu mengaku tak punya bukti menempatkan Jokowi sebagai salah satu tokoh korup.


Hal tersebut dinilai sebagai pengingat untuk masyarakat Indonesia. Bahwa, tak semua hal yang dibeberkan pihak asing valid, sehingga seluruh pihak diminta tak mudah terprovokasi.

"Jangan mau diprovokasi asing melalui tangan-tangan organisasi yang terkesan independen padahal membawa kepentingan pihak tertentu," kata Ketua Umum For Bejo (For Belakang Jokowi), Sugeng Budiono, melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Januari 2025.

Ia mengingatkan agar rakyat Indonesia senantiasa menjaga muruah Presiden dan mantan Presiden Republik Indonesia. Sebab, menjadi Presiden bukan lah hal mudah. Hanya putra-putri terbaik bangsa yang mampu mengemban amanah tersebut.


"Perkuat persatuan dan jaga muruah bangsa dan negara termasuk muruah Presiden dan mantan Presiden," pungkas Sugeng.

Di sisi lain, dia melihat pengakuan OCCRP tak terlepas dari kritik tokoh-tokoh Indonesia. Salah satunya, pendiri Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi.

Menurut dia, Haidar Alwi merupakan tokoh yang pertama kali mengkritik publikasi OCCRP soal Jokowi. Dia melihat hal tersebut sebagai upaya Haidar menjaga muruah Jokowi.

"Haidar Alwi telah berhasil menjaga muruah Pak Jokowi di mata dunia. Berkat beliau, OCCRP akhirnya mengakui kelemahan risetnya karena tidak memiliki bukti Pak Jokowi korupsi," kata Sugeng.

Kritik dari Haidar Alwi, kata dia, merupakan yang paling substansial. Karena, berhasil mematahkan tudingan OCCRP, mengingat tak ada data valid yang disajikan dan publikasi hanya berdasar polling.

"Beliau mampu mengungkap kelemahan dan keanehan metodologi riset yang dirilis oleh organisasi sekelas OCCRP. Kritiknya berdasar dan sulit untuk dibantah," jelas Sugeng.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, mengatakan bahwa segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan dengan polling atau jajak pendapat.

"Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak pendapat," tegas R Haidar Alwi, Rabu, 1 Januari 2025.

Menurutnya, hingga saat ini tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi. Tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata," ungkap R Haidar Alwi.

OCCRP mengklarifikasi pemberian nominasi itu. Termasuk, terkait proses seleksi dan mengatasi beberapa kesalahpahaman.

“OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dinominasikan, karena saran datang dari orang-orang di seluruh dunia. Ini termasuk nominasi mantan presiden Indonesia Joko Widodo, yang dikenal sebagai Jokowi,” tegas pernyataan resmi OCCRP.

OCCRP memasukkan Jokosi, dalam ‘finalis’ nominasi yang mengumpulkan dukungan daring terbanyak dan memiliki beberapa dasar untuk dimasukkan. Mereka bahkan mengaku tidak memiliki bukti keterlibatan Jokowi dalam kasus korupsi apa pun.

“OCCRP tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi selama masa jabatannya,” kata pernyataan LSM itu.

 

*Sumber Metro TV.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pelantikan Pejabat Pengawas BNN: Komitmen Kuat Untuk Melawan Narkoba

Jakarta - Kepala Biro Sumber Daya Manusia Aparatur dan Organisasi (SDMAO) Badan Narkotika Nasional (BNN), M. Zainul Muttaqien, S.I.K., S.H.,...