Gedung yang dulunya
dipakai oleh penjajah untuk berbagai kepentingan tersebut kini disulap menjadi
pusat keagamaan dan pendidikan. Kini bangunan tua tersebut sebagian besar
dikelola dalam naungan otoritas Katolik Padang,
antara lain SMA Don Bosco, SMP Frater, SMP Maria, Panti Asuhan St. Leo, gedung
Bergamin Paroki Katedral Padang,
kantor Keuskupan Padang, hingga Katedral St. Theresia.
Namun di balik kemegahan dan bau yang syarat sejarah perjuangan Kota Padang tersebut,
siapa yang sangka ternyata satu dari banyak gedung itu pernah dijadikan sebagai
markas kelompok yang ditentang oleh rohaniwan Katolik pada masa itu yakni
Freemasonry.
Menurut catatan sejarah, Freemasonry atau Tarekat Mason Bebas sempat memiliki
sebuah loji di Jalan Belakang Tangsi pada 1876 hingga 1931. Merujuk pada buku
Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962
karya Dr. Th. Stevens (1994) sejarah keberadaan Freemason di Padang tertulis.
Namun tidak diketahui secara pasti di titik mana gedung itu pernah berdiri.
Dulu, kelompok Freemasonry pernah beradu hegemoni dengan lembaga Katolik Roma
di Padang dalam bidang pendidikan.
Freemasonry dengan sekularisme-nya, sementara Katolik dengan pendidikan
berbasis keagamaan.
Apa Itu Freemason?
Secara bahasa, stilah ‘Freemason’ terinspirasi dari kata ‘mason’ yang
berarti ‘tukang batu’. Anggota Freemasonry melambangkan diri mereka sebagai
tukang batu yang tengah membangun ‘kuil’. Kuil yang dimaksud adalah humanisme,
kemanusiaan. Anggota Freemasonry mulai berkumpul secara formal pada 1717, ketia
muncul loji pertama Freemason, United Grand Lodge of England.
Gerakan ini mengklaim bekerja demi “kemuliaan Juru Bangun Tertinggi Alam Semesta”.
Menurut catatan Th. Stevens, Freemasonry atau ‘Tarekat Mason Bebas’ menerima
asas dasar pengakuan nilai tinggi kepribadian manusia, hak manusia untuk
mencari kebenaran, tanggung jawab moral manusia atas perilakunya, serta tugas
untuk mengabdi bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebagai gerakan yang menjunjung tinggi humanisme, Freemason tidak
berlandaskan pada ajaran agama apa pun, namun membuka pintu bagi orang-orang
dari berbagai agama dan latar belakang untuk bergabung. Kegiatan Freemasonry
mencakup ritual-ritual upacara menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai
“pemujaan yang hendak dibangun kaum Mason Bebas bagi dirinya sendiri dan bagi
umat manusia.” Simbol yang digunakan Freemason antara
lain segitiga, mata, mistar, dan jangka.
Masuknya Freemason ke Indonesia
Kemunculan awal Freemason di Indonesia ditandai dengan
keberadaan loji La Choisie (‘yang terpilih’) di Batavia (Jakarta, red.) pada
1764 hingga 1766. Keberadaan singkat loji tersebut dipengaruhi oleh keberadaan
anggota Freemason asal Eropa yang sudah mulai
menetap di Batavia.
Tidak berselang lama, kegiatan Freemason di
Batavia mulai bangkit lagi dengan keberadaan loji La Fidele Sincerite
(‘kesetiaan yang tulus’) pada 1767 dan La Vertueuse (‘kebajikan’) pada 1769.
Keberadaan Freemasonry kemudian perlahan diterima oleh pemerintah-meskipun
menimbulkan gesekan dengan pihak gereja. Loji-loji Freemason kemudian
muncul di Semarang (1801), Surabaya (1809), hingga Padang (1858).
Loji Mata Hari di Padang, Loji Freemasonry Ke-7 di Indonesia
Loji “Mata Hari” di Padang didirikan pada 1858. Itu merupakan
loji ke-7 yang didirikan di Hindia Belanda dan yang pertama di luar Pulau Jawa.
Setelah enam loji sebelumnya dinamai dengan bahasa Perancis dan Belanda, loji
di kota yang jadi pusat perdagangan Indonesia bagian Barat dulunya ini muncul
dengan nama berbahasa Melayu/Indonesia.
Kepala Seksi Cagar Budaya dan Musem Dinas Pendidikan Kota Padang,
Marshalleh Adaz menjelaskan, pada abad ke 19, Padang berkembang
menjadi salah satu pusat ekonomi dan pemerintahan kolonial. Aktifitas itu
didukung oleh posisi strategisnya di pesisir barat Sumatera yang ramai dengan
perdagangan.
"Banyak di antara rempah-rempah yang akan dijual ke Eropa disimpan di gudang-gudang
di Padang. Pentingnya Padang bagi
pemerintah kolonial membuat kota ini diramaikan oleh pegawai Belanda,” katanya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, tidak heran apabila anggota Loji Mata Hari
kebanyakan merupakan pegawai pemerintah atau tentara.
T.H. Stevens (1994) mencatat bahwa cikal bakal Loji Mata Hari sudah ada sejak
11 Desember 1857, ketika delapan orang anggota Freemason berkumpul
di rumah seorang Belanda bernama Jacob van Vollenhoven di Padang,
untuk membahas pendirian loji.
Menurut dia, pertemuan kedelapan orang tersebut berlangsung tertutup sebab
masyarakat Kota Padang saat itu terbuka dengan keberadaan
orang asing dan demi meminimalisir konflik horizontal. “terutama mengingat
ketenangan penduduk pribumi,” tulis Stevens singkat.
Setahun lebih setelah pertemuan awal itu tepatnya pada 14 Mei 1859 loji Mata
Hari di Padang diresmikan dengan jumlah anggota
sebanyak 14 orang. Upacara peresmian loji tersebut menetapkan A. J. Wichers
sebagai Pejabat Wakil Suhu Agung Nasional Tarekat Kaum Mason Bebas untuk Bagian
Timur dan Barat Hindia Belanda.
Pada periode awal kegiatan loji “Mata Hari”, anggota sering mengadakan pesta
dan jamuan besar. T.H. Stevens menggambarkan bahwa pesta-pesta tersebut sangat
meriah dan ditandai oleh persaudaraan yang sejati.
"Dalam pesta peresmian loji di tanggal 14 Mei 1859, para hadirin bahkan
menghabiskan hingga 72 botol anggur. Pesta itu turut dimeriahkan dengan korps
musik batalion Padang dan tata cahaya yang megah,"
jelas Stevens.
Sementara untuk markas mereka, Freemason Padang kala
itu menyewa bangunan dan memilih untuk berpindah-pindah markas pada tahun awal
pendirian. Barulah pada tahun 1866, organisasi membeli sebuah gedung di Jalan
Belakang Tangsi yang kemudian resmi menjadi gedung Loji Mata Hari.
Senin, 22 Mei 2023
Menapaki Jejak Kelompok Freemason di Padang: Sebuah Loji yang Terlupakan
Oleh : Daffa Benny Jurnalis Haluan padang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BNN Tingkatkan Efisiensi Kerja Dengan SRIKANDI V3
Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) melalui Biro Umum terus berupaya meningkatkan kualitas layanan dan tata kelola pemerintahan yang ba...
-
Menjunjung Kebenaran, Keadilan Dan Kemanusiaan Media Binaan Divkum Polri PEMBINA Brigjen.Pol. DR. Asep J Ahmadi, SH, MSi Kombes.P...
-
Oleh : Idris Mappakaya ( Ka. Pemberitaan Hubungan Antar Lembaga Bhayangkara Indonesia News ) Tulisan ini dibuat saat Letjen ( Purn ) Agus W...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar