Sabtu, 06 November 2021

Politisi Busuk Dan Narasi Islamofobia


Oleh : Islah Bahrawi 
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia

Mereka seolah berbagi peran. Setiap kali Densus 88 melakukan penangkapan, yang satu selalu mengangkat soal Islamofobia yang lain mempertanyakan keterlibatan Densus 88 dalam penanganan KKB Papua. Apa maksudnya ? Ingin membangun stigma bahwa Densus 88 hanya memerangi umat islam, tapi lepas tangan untuk non-islam. Apa tujuannya ? Agitasi politik! Pragmatisme politik ! Politik identitas ! Menipu electoral !.

Kesimpulan secara umum adalah , mereka ingin memecah belah kutuhan bangsa dengan menunggangi agama. Seolah mereka berjuang untuk agama. Khawarij selalu menipu ! Ironisnya, yang satu adalah politisi dari partai yang berkoalisi dengan pemerintah, Bagian lain adalah para “Pansos politik “ dan pengurus ormas yang berlindung dari semat ulama.  “ Echo – chamber “ yang lain adalah ampas pilpres yang gemar sembahyang di parkiran Monas ketimbang di Mesjid Istiqlal.

Dari frasa diatas saya berkesan panas. Tapi kita memang tidak boleh “membekukan diri” untuk melawan narasi yang sangat berbahaya bagi integritas bangsa  kita ini. Terlebih yang dilakukan oleh para “pemburu rente” yang gemar menggunakan isu agama sebagai tekhnik mengemis suara elektoralnya. Kaum munafik yang masih menelan uang negara, mencicipi fasilitas pemerintah, tapi tiada hentinya menghasut bangsa. Nigegas ? Iya! Saya tidak akan pernah kompromi untuk melawan politisasi agama.

Islamofobia itu sendiri adalah industri politik. Menurut Khaled Beydoun, isu ini dipakai politisi darimanapun. Di negara non-muslim, isu ini dipakai para politisi untuk menjelekkan islam sebagai alat daya pikat politik. Tapi di negara berpenduduk mayoritas muslim, isu ini dipakai politisi untuk membangun “ branding “ bahwa ia pejuang isla. Padahal semua sama, menghasut rakyat untuk mengais laba!.

Pola ini bukan baru. Sudah ratusan tahun terjadi. Bahkan Abdurrahman bin Muljam yang dieksekusi dengan dipotong lidahnya karena menghasut rakyat Iraq dan membunuh Sayyidina Ali tak membuat jera manusia-manusia sesudahnya. Lidah orang – orang seperti ini sama berbahaynya- dipotong atau tidak – karena kebusukan bukan pada lidahnya tapi di hatinya.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BNN GELAR UPACARA PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-97

Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 di Ruang Moh. Hatta, Gedung BNN, Cawang, Jaka...